Kamis, 02 April 2015

Indonesia Butuh Mobil "Tanpa Sopir"???



Tema : O-Tekno



Indonesia termasuk negara dengan angka kecelakaan lalu lintas tertinggi kelima di dunia. Data Korlantas Polri menyebutkan, setiap jam ada tiga orang yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.
Tingginya angka kematian tersebut, seiring dengan pesatnya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kemacetan tertinggi di dunia. Setiap kendaraan harus stop and start di jalan  macet sebanyak 33.240 kali per tahun.
Di beberapa negara, mobil berteknologi autonomous driving atau bisa melaju sendiri ke tujuan tanpa dikemudikan dianggap sebagai solusi untuk mengatasi kesemerawutan lalu lintas, termasuk menekan angka kecelakaan.
Studi di Amerika Serikat, menunjukkan, mobil yang juga disebut dengan auto pilot ini dapat mengurangi kerugian akibat kecelakaan sebesar USD488 miliar dan meningkatkan produktivitas sebanyak USD645 miliar.
Selain memotong biaya, mobil autonomous juga dapat menyelamatkan nyawa. Apalagi, mayoritas kecelakaan di Indonesia disebabkan kesalahan pengemudi.
"Dengan mengeliminasi kebutuhan kontrol fisik seorang pengemudi, mobil self driving dapat mengurangi angka korban nyawa kecelakaan lalu lintas hingga 90 persen. Sebanyak 108 nyawa yang dapat diselamatkan setiap harinya dan sebanyak 40.000 nyawa terselamatkan per tahunnya,” demikian isi pernyataan tertulis Carmudi.
Selain menyelamatkan nyawa, mobil autonomous juga dapat mengurangi hal yang menyebabkan stres setiap harinya, termasuk macet. Sekira 10 juta mobil terdaftar di Indonesia, dan seorang pengemudi dapat menghabiskan waktu hingga delapan hari kerja per tahun terjebak dalam kemacetan. Karena itu, mobil autonomous dapat mengurangi masalah kemacetan dengan menurunkan jumlah mobil yang beredar di jalanan.
Sebagai contoh, di Amerika, mobil berteknologi canggih ini diklaim dapat menurunkan angka kepemilikan mobil sebanyak 43 persen, dari rata-rata 2,1 menjadi 1,2 kendaraan per keluarga.
"Apabila kita aplikasikan contoh ini ke Indonesia, kita dapat melihat angka kendaraan di jalan turun hingga 5,7 juta unit, berarti semakin sedikit macet dan lebih banyak waktu produktif yang dapat dihabiskan di kantor," tulis Carmudi.

Penjelasan

Di Indonesia mungkin sebagian mungkin bagus jika diterapkan mobil auto-pilot. Tapi jika bentuk mobil di Indonesia seperti gambar diatas sudah pasti tidak cocok. Karena sebagian besar mobil di Indonesia untuk mengangkut hasil panen, barang dagang, dsb. Mungkin lebih baik jika mobil auto-pilot tersebut memiliki bak terbuka atau jika ingin bentuk yang lebih elegan, bisa mengambil contooh mobil family van. Jika bentuk model sport sudah pasti jarang digunakan di Indonesia.
Jika untuk di jalanan ibukota mungkin kata-kata macet susah ntk dilepaskan dari masyarakat di ibukota. Memang benar jika mobil tersebut bisa terstruktur untuk di jalanan tapi jika terlalu banyak mobil tetap saja akan menimbulkan macet.
Nah, kesadaran pemerintah untuk membatasi kendaraan roda 4 harus digerakkan. Agar masyarakat di Indonesia mau menggunakan sepeda atau motor untuk perjalanan jarak dekat. Dan pastinya polusi di ibukota juga berkurang.
Selain itu, bersepeda juga bagus untuk kesehatan dan otak lebih fresh untuk melakukan pekerjaan selanjutnya. Mungkin di Indonesia masih terlalu besar rasa gengsi-nya, contohnya: takut bajunya bau jalan atau takut bajunya kotor, terus malu dengan pegawai lainnya. Padahal jika sama sama bau jalan antar pegawai kan nggak mungkin ada rasa malu atau gengsi dengan pegawai lain.
Fakta lain menunjukkan, menggunakan kendaraan roda 2 bisa mengurangi kemacetan.
5m x 5m lebar jalan hanya cukup untuk 1 mobil pribadi dan isinya pun tidak lebih dari 10 orang. Jika menggunakan sepeda / motor bisa menampung 20-30 orang di ukuran tersebut.

Sumber : http://news.okezone.com/read/2015/03/24/15/1123464/indonesia-butuh-mobil-tanpa-sopir

Tidak ada komentar: