A. Definisi
Kepemimpinan
2. Kepemimpinan sebagai suatu kepribadian dan akibatnya
3. Kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain
4. Kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh
6. Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi
7. Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan
8. Kepemimpinan sebagai alat mencapai tujuan
9. Kepemimpinan sebagai akibat dari interaksi
10. Kepemimpinan sebagai pembedaan peran
11. Kepemimpinan sebaga inisiasi struktur
2. Teori lingkungan
3. Teori personal situasional
4. Teori interaksi harapan
5. Teori humanistik
6. Teori pertukaran
2. Tipe Laissez Faire
3. Tipe Paternalistik
4. Tipe Kepemimpinan
5. Tipe Demokratis
6. Tipe Open Leadership
KESIMPULAN Dari penjelasan diatas, dijelaskan bahwa tipe – tipe kepemimpinan terdiri dari 6. Masing- masing mempunyai ciri-ciri yang berlainan dalam memimpin. Tipe Otokratis merupakan tipe –tipe kepemimpinan yang mencirikan kekuasaan yang tertinggi yang mengandalkan kepada kekuasaan dan pemaksaan. Tipe ini jelas membuat bawahan hanya mengikuti segala sesuatu yang telah ditetapkan tanpa mampu untuk memberikan sebuah pendapat atau ide-ide. Sehingga bisa menimbulkan adanya kekacauan yang akan terjadi suatu saat dimana para bawahan mengalami suatu kejenuhan dalam mengikuti peraturan yang ada. Contohnya : adanya keadaan dimana terjadinya pengambilan kekuasaan secara paksa atau biasa disebut kudeta yang dilakukan oleh para pengikut/bawahannya. Tipe Otokratis ini tidak cocok untuk masa modern seperti sekarang ini, karena perkembangan zaman yang ada membuat orang – orang bebas dan mudah mengeluarkan pendapat / komentar maka dari itu dibutuhkan suatu tipe-tipe kepemimpinan yang mampu menampung aspirasi dan ide-ide baru yang ada.
· Fase kedua
Kepemimpinan tampaknya
lebih merupakan konsep yang berdasarkan pengalaman. Kepemimpinan adalah sebuah
hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan)
yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya (Joseph
C. Rost.,1993).
1. Kepemimpinan sebagai fokus
proses-proses kelompok
Mumfrrord (1906-1907) :
“kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau bebrapa individu dalam kelompok,
dalam mengontrol gejala-gejala sosial “.
Cooley (1902) :
“pemimpin selalu merupakan inti dari tendensi dan di lain pihak, seluruk gerakan
sosial bila diuji secara teliti akan terdiri atas berbagai tendensi yang
mempunyai inti tersebut”.
Redl (1942) :
“pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok”
Brown (1936) :
“pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang
sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan”.
Knickerbocker (1948) :
“kepemimpinan adalah fungsi dari kebutuhan yang muncul pada situasi tertentu
dan terdiri atas hubungan antara individu dengan kelompoknya.
2. Kepemimpinan sebagai suatu kepribadian dan akibatnya
Bowden (1926),
mempersamakan kepemimpinan dengan kekuatan kepribadian.
Tead (1929), kepemimpinan
sebagai perpaduan dari berbagai sifat yang memungkinkan individu mempengaruhi
orang lain untuk mengerjakan beberapa tugas tertentu.
Bogarus (1928), kepemimpinan
sebagai bentukan dan keadaan pola tingkah laku yang dapat membuat orang lain
berada di bawah pengaruhnya.
3. Kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain
Munson (1921) :
”kepemimpinan sebagai kemampuan menghendle orang lain untuk memperoleh hasil
maksimal dengan friksi sedikit mungkin dan kerja sama yang besar. Kepemimpinan
adalah kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah”.
Stuart :
“kepemimpinan sebagai kemampuan yang memberi kesan tentang keinginan pemimpin,
sehingga dapat menimbulkan kepatuhan, rasa hormat, loyalitas dan kerjasama”.
Bundel (1930) :
“ “memandang kepemimpinan sebagai seni untuk mempengaruhi orang lain
mengerjakan apa yang diharapkan supaya orang lain mengerjakan”.
Philips (1939) :
“kepemimpinan adalah pembenahan, pemeliharaan dan pengarahan dari kesatuan
moral untuk mencapai tujuan akhir”.
4. Kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh
Shartle (1951) :
“pemimpin dapat dianggap sebagi seorang individu yang menggunakan pengaruh
positif melalui tindakannya terhadap orang lain”.
Tannenbaum, Weschler dan Massank (1961) :
“kepemimpinan sebagai pengaruh interpersonal, dipraktekan dalam suatu situasi
dan diarahkan melalui proses komunikasiuntuk mencapai tujuan.
5. Kepemimpinan sebagai tindakan atau
tingkah laku
Hemphill (1949) :
“kepemimpinan didefinisikan sebagi tingkah laku seorang individu yang
mengatakan aktivitas kelompok”
6. Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi
Schenk (1928) : “kepemimpinan
adalah pengelolaan manusia melalui persuasi dan interprestasi dari pada melalui
pemaksaan langsung”.
Meson (1934) :
“kepemimpinan mengindikasikan adanya kemampuan mempengaruhi manusia dan
menghasilkan rasa aman dengan melalui pendekatan secara emosional dari pada
melalui penggunaan otoriter”.
Copeland (1942) :
“kepemimpinan adalah seni berhubungan dengan orang lain, merupakan seni
mempengaruhi orang melalui persuasi dengan contoh konkrit”.
7. Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan
Janda (1960) :
“kepemimpinan sebagai tipe hubungan kekuasaan yang berciri persepsi anggota
kelompok tentang hak anggota kelompok untuk menentukan pola tingkah laku yang
sesuai dengan aktivitas kelompok”.
Warriner (1955) :
“kepemimpinan sebagai bentuk hubungan antara manusia/individu yang
mempersyaratkan konformitas dengan tindakan masing-masing individu”.
8. Kepemimpinan sebagai alat mencapai tujuan
Cowley (1928) :
“pemimpin adalah individu yang memiliki program, rencana dan bersama anggota
kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti”.
Bellow (1959) :
“kepemimpinan sebagai proses menciptakan situasi sehingga para anggota kelompok,
termasuk pemimpin dapat mencapai tujuan bersama dengan hasil maksimal dalam
waktu yang singkat.
9. Kepemimpinan sebagai akibat dari interaksi
Borgardus (1929) : “kepemimpinan
tidak sebagi penyebab atau pengendali, melainkan sebagai aklibat dari tindakan
kelompok”.
10. Kepemimpinan sebagai pembedaan peran
Sherif (1956) :
“menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan peranan di dalam suatu skema hubungan
dan ditentukan oleh harapan timbal-balik antara pemimpin dengan anggota
lainnya”.
11. Kepemimpinan sebaga inisiasi struktur
Stogdill (1955) :
“kepemimpinan sebagai permulaan dan pemeliharaan struktur harapan dan
interaksi”.
B.
Teori Kepemimpinan
Teori Kepemimpinan
1. Teori orang-orang terkemuka
Bernard, Bingham, Tead dan Kilbourne
menerangkan kepemimpinan berkenaan dengan sifat-sifat dasar kepribadian dan
karakter.
2. Teori lingkungan
Mumtord, menyatakan bahwa pemimpin
muncul oleh kemampuan dan keterampilan yang memungkinkan dia memecahkan masalah
sosial dalam keadaan tertekan, perubahan dan adaptasi. Sedangkan Murphy,
menyatakan kepemimpinan tidak terletak dalam dari individu melainkan merupakan
fungsi dari suatu peristiwa.
3. Teori personal situasional
Case (1933) menyatakan bahwa
kepemimpinan dihasilkan dari rangkaian tiga faktor, yaitu sifat kepribadian
pemimpin, sifat dasar kelompok dan anggotanya serta peristiwa yang diharapkan
kepada kelompok.
4. Teori interaksi harapan
Homan (1950) menyatakan semakin tinggi
kedudukan individu dalam kelompok maka aktivitasnya semakin meluas dan semakin
banyak anggota kelompok yang berhasil diajak berinteraksi.
5. Teori humanistik
Likert (1961) menyatakan bahwa
kepemimpinan merupakan proses yang saling berhubungan dimana seseorang pemimpin
harus memperhitungkan harapan-harapan, nilai-nilai dan keterampilan individual
dari mereka yang terlibat dalam interaksi yang berlangsung.
6. Teori pertukaran
Blau (1964) menyatakan pengangkatan
seseorang anggota untuk menempati status yang cukup tinggi merupakan manfaat
yang besar bagi dirinya. Pemimpin cenderung akan kehilangan kekuasaaanya bila
para anggota tidak lagi sepenuh hati melaksanakan segala kewajibannya.
C.
Tipe – Tipe Kepemimpinan
Tipe – Tipe Kepemimpinan
1.Tipe Otokratis
Ciri-cirinya
antara lain:
a.
Mengandalkan
kepada kekuatan / kekuasaan
b.
Menganggap
dirinya paling berkuasa
c.
Keras
dalam mempertahankan prinsip
d. Jauh
dari para bawahan
e.
Perintah diberikan secara paksa
2. Tipe Laissez Faire
Ciri-cirinya
antara lain :
a.
Memberi kebebasan kepada para bawahan
b. Pimpinan tidak terlibat dalam kegiatan
c. Semua pekerjaab dan tanggung jawab
dilimpahkan kepada bawahan
d. Tidak mempunyai wibawa
e. Tidak ada koordinasi dan pengawasan yang
baik
3. Tipe Paternalistik
Ciri-cirinya
antara lain :
a.
Pemimpin bertindak sebagai bapak
b.
Memperlakukan bawahan sebagai orang yang
belum dewasa
c.
Selalu memberikan perlindungan
d..
Keputusan ada ditangan pemimpin
4. Tipe Kepemimpinan
Ciri-cirinya
antara lain :
a. Dalam komunikasi menggunakan saluran
formal
b.
Menggunakan sistem komanda/perintah
c.
Segala sesuatu bersifat formal
d.
Disiplin yang tinggi, kadang bersifat
kaku
5. Tipe Demokratis
Ciri-
cirinya antara lain :
a.
Berpatisipasi aktif dalam kegiatan
organisasi
b.
Bersifat terbuka
c. Bawahan diberi kesempatan untuk member
saran dan ide – ide baru
d.
Dalam pengambilan keputusan utamakan
musyawarah untuk mufakat
e. Menghargai potensi individu
6. Tipe Open Leadership
Tipe
ini hampir sama dengan tipe demokratis. Perbedaannya terletak dalam hal
pengambilan keputusan. Dalam tipe ini keputusan ada ditangan pemimpin.
KESIMPULAN Dari penjelasan diatas, dijelaskan bahwa tipe – tipe kepemimpinan terdiri dari 6. Masing- masing mempunyai ciri-ciri yang berlainan dalam memimpin. Tipe Otokratis merupakan tipe –tipe kepemimpinan yang mencirikan kekuasaan yang tertinggi yang mengandalkan kepada kekuasaan dan pemaksaan. Tipe ini jelas membuat bawahan hanya mengikuti segala sesuatu yang telah ditetapkan tanpa mampu untuk memberikan sebuah pendapat atau ide-ide. Sehingga bisa menimbulkan adanya kekacauan yang akan terjadi suatu saat dimana para bawahan mengalami suatu kejenuhan dalam mengikuti peraturan yang ada. Contohnya : adanya keadaan dimana terjadinya pengambilan kekuasaan secara paksa atau biasa disebut kudeta yang dilakukan oleh para pengikut/bawahannya. Tipe Otokratis ini tidak cocok untuk masa modern seperti sekarang ini, karena perkembangan zaman yang ada membuat orang – orang bebas dan mudah mengeluarkan pendapat / komentar maka dari itu dibutuhkan suatu tipe-tipe kepemimpinan yang mampu menampung aspirasi dan ide-ide baru yang ada.
Tipe Laissez Faire, tipe ini
memberikan kebebasan kepada para bawahan, tidak adanya keterlibatan pemimpin
untuk mengawasi dan mengkoordinasi menyebabkan terjadinya kesenjangan. Para
bawahan bebas dan tanpa ragu melakukan segala sesuatu yang mungkin bisa
menyebabkan suatu kekacauan. Tipe sangat tidak cocok untuk masa sekarang, jika
tipe ini memimpin pada masa sekarang secara cepat akan terjadi kekacauan karena
tidak adanya ketegasan dan sikap dari pimpinan.
Tipe Paternalistik merupakan tipe dengan
cara memimpin yang membuat para bawahannya terlihat seperti orang yang belum
dewasa. Sehingga menyebabkan para bawahan tidak bisa mengembangkan diri serta
mengeluarkan ide-ide yang baru. Tipe ini hampir mirip dengan tipe otokratis
yaitu para bawahan tidak bisa berkembang dan mengeluarkan ide-ide baru, tetapi
dalam hal cara memimpin sangatlah berbeda. Tipe Otokratis memimpin dengan
kekuasaan dan pemaksaan sedangkan pada tipe paternalistik pemimpin selalu
bertindak sebagai bapak dan memberikan perlindungan kepada bawahannya.
Tipe Kepemimpinan di cirikan dengan
segala sesuatu yang bersifat formal. Komunikasi yang terjalin antara pemimpin
dan bawahan terlihat bersifat kaku dan mungkin bisa menimbulkan
ketidaknyamanan. Tipe ini mungkin cocok untuk lingkungan yang bersifat militer
yang menjunjung tinggi disiplin yang tinggi.
Tipe Demokratis, tipe – tipe
kepemimpinan ini mungkin yang mendekati sempurna. Para bawahan dibebaskan untuk
berperan aktif dalam kegiatan organisasi, memberikan ide dan saran. Serta ikut
dalam pengambilan keputusan. Namun dalam hal ini kekurangan pada tipe
demokratis adalah dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan keputusan
bersifat terbuka terkadang menimbulkan pro dan kontra. Sifat terbuka ini
terkadang membuat orang –orang yang terlibat didalamnya menjadi was- was
sehingga timbul untuk menutupi, memanipulasi dan melakukan penyelewangan.
Contohnya : korupsi.
Tipe Open Leadership sama dengan
tipe demokratis namun dalam hal pengambilan keputusan ada ditangan pemimpin.
Ini menandakan ada batasan antara bawahan dan pimpinan. Para bawahan tetap
berpatisipasi aktif dalam kegiatan organisasi dan memberikan syarat dan ide
baru. Tetapi pimpinanlah yang berhak untuk menyaring serta mengambil keputusan
yang ada. Tipe ini menurut saya adalah tipe yang paling cocok karena walaupun
pemimpin yang berhak membuat keputusan, namun ide dan saran bawahan pasti ikut
andil dalam setiap keputusan yang di ambil oleh pimpinan.
KEPEMIMPINAN Ir. SOEKARNO
Soekarno memulai karirnya sebagai
pemimpin organisasi pada usia 26 tahun,tepatnya 14 Juli 1927. Pada saat itu
beliau memimpin sebuah partai politik yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI)
yang mempunyai arah perjuangan kemerdekaan bagi Indonesia. Hal ini mengakibatkan para pimpinan PNI
termasuk Soekarno ditangkap dan diadili oleh pemerintahan kolonial Belanda.
Tetapi pada saat didalam proses pengadilan Soekarno malah menyampaikan
pandangan politiknya mengenai gugatannya terhadap pemerintahan yang terkenal
dengan Indonesia menggugat.
Sikap Soekarno sebagai pemimpin bangsa pada saat itu sangat
menekankan pentingnya persatuan dalam nasionalisme, kemandirian sebagai sebuah
bangsa dan anti penjajahan. Hal ini tercermin didalam pidato-pidato beliau
dalam menggelorakan semangat revolusi secara besar-besaran untuk lepas dari
belenggu imperialisme. Akhirnya Soekarno berhasil menggelorakan semangat
revolusi dan mengajak berdiri diatas kaki sendiri bagi bangsanya, walaupun
belum sempat berhasil membawa rakyatnya dalam
kehidupan yang sejahtera. Konsep “berdiri di atas kaki sendiri” memang belum
sampai ketujuan tetapi setidaknya berhasil memberikan kebanggan pada eksistemsi
bangsa. Daripada berdiri diatas hutang luar negeri yang terbukti menghadirkan
ketergantungan dan ketidakberdayaan (neokolonisme). Sikap tersebut
mengakibatkan Belanda membubarkan organisasi PNI sehingga Soekarno dan teman
seperjuangannya bergabung dengan Partindo pada bulan Juni tahun1930. Setelah
melalui perjuangan yang panjang bahkan beliau pernah dipenjara kembali oleh
Belanda namun tidak menyrutkan langkah perjuangannya. Pada akhirnya, pada
tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno bersama Muhammad Hatta berhasil memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia menandai berdirinya negara yang berdaulat.
Sebelumnya, ia juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar
(ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia berupaya mempersatukan
nusantara. Bahkan ia berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika dan
Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada 1955 yang
kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok. Setelah pemerintahan berjalan di
tangan bangsa Indonesia, Soekarno memimpin pemerintahan dan mengalami berbagai
fase dalam pemerintahannya.
· Fase Pertama
· Fase Pertama
Pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1959) diwarnai semangat
revolusioner, serta dipenuhi kemelut politik dan keamanan. Belum genap setahun
menganut sistem presidensial sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945,
pemerintahan Soekarno tergelincir ke sistem semi parlementer. Pemerintahan
parlementer pertama dan kedua dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir.
Pemerintahan Sjahrir dilanjutkan oleh PM Muhammad Hatta yang merangkap Wakil Presiden.
Kepemimpinan Soekarno terus menerus berada dibawah tekanan militer Belanda yang
ingin mengembalikan penjajahannya, pemberontakan-pemberontakan bersenjata dan
persaingan di antara partai-partai politik. Sementara pemerintahan parlementer
jatuh-bangun. Perekonomian terbengkalai lantaran berlarut-larutnya kemelut
politik. Ironisnya, meskipun menerima sistem parlementer, Soekarno membiarkan
pemerintahan berjalan tanpa parlemen yang dihasilkan oleh pemilihan umum. Semua
anggota DPR (DPRGR) dan MPR (MPRS) diangkat oleh presiden dari partai-partai
politik yang dibentuk berdasarkan Maklumat Wakil Presiden, tahun 1945. Demi
kebutuhan membentuk Badan Konstituante untuk menyusun konstitusi bar
menggantikan UUD 1945, Soekarno menyetujui penyelenggaraan Pemilu tahun 1955, pemilu pertama dan satu-satunya Pemilu
selama pemerintahan pada saat itu. Pemilu tersebut menghasilkan empat
besar partai pemenang yakni PNI, Masjumi, NU dan PKI. Usai pemilu, Badan
Konstituante yang disusun berdasarkan hasil pemilu, mulai bersidang untuk
menyusun UUD baru. Namun sidang-sidang secara terus menerus selama lima tahun
gagal mencapai kesepakatan untuk menetapkan sebuah UUD yang baru. Menyadari
bahwa Negara berada di ambang perpecahan, Soekarno dengan dukungan Angkatan
Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya : membubarkan Badan Konstituante
dan kembali ke UUD 1945.[1]
Sejak 1959 -1966, Bung Karno memerintahkan dengan dekrit, membatalkan pemilu
dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup. Pemerintahan
parlementer yang berpegang pada UUD Sementara, juga jatuh dan
bangun oleh mosi tidak percaya. Akibatnya, kondisi ekonomi kacau.
· Fase kedua
Pemerintahan presiden Soekarno pada fase yang kedua
(1959-1967) menerapkan demokrasi terpimpin. Semua anggota DPRGR dan MPRS
diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang lebih focus pada bidang
politik. Bung Karno berusaha keras menggirng partai-partai politik ke dalam
ideologisasi NASAKOM – Nasional, Agama dan Komunis. Tiga pilar utama partai
politik yang mewakili NASAKOM adalah PNI, NU, dan PKI. Bung Karno menggelorakan
Manifesto Politik USDEK. Dia menggalang dukungan dari semua kekuatan NASAKOM.
Namun, ditengah tingginya persaingan politik Nasakom itu, pada tahun 1963,
bangsa ini berhasil membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda. Tahun
1964-1965, Soekarno kembali menggelorakan semangat revolusioner bangsanya
kedalam peperangan (konfrontasi) melawan Federasi Malaysia yang didikung
Inggris. Sementara, dalam kondisi itu, tersiar kabar tentang sakitnya Soekarno.
Situasi semakin runyam tatkala PKI melancarkan Gerakan 30 September 1965.
Tragedy pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat tersebut menimbulkan situasi
di seluruh negeri dan meyebabkan kondisi politik dan keamanan hampir tak
terkendali. Menyadari kondisi tersebut, presiden Soekarno mengeluarkan Surat
Perintah 11 Maret 1966 kepada Jenderal Soeharto. Ia mengangkat Jenderal
Soeharto selaku Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban (kopkamtib) yang
bertugas mengembalikan keamanan dan ketertiban. Langkah penertiban pertama yang
dilakukan Soeharto, sejalan dengan tuntunan rakyat ketika itu, membubarkan PKI.
Soekarno, setelah tragedi berdarah tersebut, dimintai pertanggung jawaban
didalam sidang istimewa MPRS tahun 1967. Pidato pertanggungjawabannya ditolak.
Kemudian Soeharto diangkat selaku Pejabat Presiden dan dikukuhkan oleh MPRS
menjadi Presiden RI yang kedua, Maret 1968.
Sumber :
http://riskihartono.blogspot.com/2014/06/definisi-teori-tipe-tipe-kepemimpinan-a.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar