Kamis, 26 Juni 2014

DEFINISI, TEORI, & TIPE – TIPE KEPEMIMPINAN

A.    Definisi Kepemimpinan


Kepemimpinan tampaknya lebih merupakan konsep yang berdasarkan pengalaman. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya (Joseph C. Rost.,1993).

 

1. Kepemimpinan sebagai fokus proses-proses kelompok

Mumfrrord (1906-1907) : “kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau bebrapa individu dalam kelompok, dalam mengontrol gejala-gejala sosial “.

Cooley (1902) : “pemimpin selalu merupakan inti dari tendensi dan di lain pihak, seluruk gerakan sosial bila diuji secara teliti akan terdiri atas berbagai tendensi yang mempunyai inti tersebut”.

Redl (1942) : “pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok”

Brown (1936) : “pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan”.

Knickerbocker (1948) : “kepemimpinan adalah fungsi dari kebutuhan yang muncul pada situasi tertentu dan terdiri atas hubungan antara individu dengan kelompoknya.


2. Kepemimpinan sebagai suatu kepribadian dan akibatnya

Bowden (1926), mempersamakan kepemimpinan dengan kekuatan kepribadian.

Tead (1929), kepemimpinan sebagai perpaduan dari berbagai sifat yang memungkinkan individu mempengaruhi orang lain untuk mengerjakan beberapa tugas tertentu.

Bogarus (1928), kepemimpinan sebagai bentukan dan keadaan pola tingkah laku yang dapat membuat orang lain berada di bawah pengaruhnya.


3. Kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain

Munson (1921) : ”kepemimpinan sebagai kemampuan menghendle orang lain untuk memperoleh hasil maksimal dengan friksi sedikit mungkin dan kerja sama yang besar. Kepemimpinan adalah kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah”.

Stuart : “kepemimpinan sebagai kemampuan yang memberi kesan tentang keinginan pemimpin, sehingga dapat menimbulkan kepatuhan, rasa hormat, loyalitas dan kerjasama”.

Bundel (1930) : “ “memandang kepemimpinan sebagai seni untuk mempengaruhi orang lain mengerjakan apa yang diharapkan supaya orang lain mengerjakan”.

Philips (1939) : “kepemimpinan adalah pembenahan, pemeliharaan dan pengarahan dari kesatuan moral untuk mencapai tujuan akhir”.


4. Kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh

Shartle (1951) : “pemimpin dapat dianggap sebagi seorang individu yang menggunakan pengaruh positif melalui tindakannya terhadap orang lain”.

Tannenbaum, Weschler dan Massank (1961) : “kepemimpinan sebagai pengaruh interpersonal, dipraktekan dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasiuntuk mencapai tujuan.

5. Kepemimpinan sebagai tindakan atau tingkah laku

Hemphill (1949) : “kepemimpinan didefinisikan sebagi tingkah laku seorang individu yang mengatakan aktivitas kelompok”


6. Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi

Schenk (1928) : “kepemimpinan adalah pengelolaan manusia melalui persuasi dan interprestasi dari pada melalui pemaksaan langsung”.

Meson (1934) : “kepemimpinan mengindikasikan adanya kemampuan mempengaruhi manusia dan menghasilkan rasa aman dengan melalui pendekatan secara emosional dari pada melalui penggunaan otoriter”.

Copeland (1942) : “kepemimpinan adalah seni berhubungan dengan orang lain, merupakan seni mempengaruhi orang melalui persuasi dengan contoh konkrit”.


7. Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan

Janda (1960) : “kepemimpinan sebagai tipe hubungan kekuasaan yang berciri persepsi anggota kelompok tentang hak anggota kelompok untuk menentukan pola tingkah laku yang sesuai dengan aktivitas kelompok”.

Warriner (1955) : “kepemimpinan sebagai bentuk hubungan antara manusia/individu yang mempersyaratkan konformitas dengan tindakan masing-masing individu”.


8. Kepemimpinan sebagai alat mencapai tujuan

Cowley (1928) : “pemimpin adalah individu yang memiliki program, rencana dan bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti”.

Bellow (1959) : “kepemimpinan sebagai proses menciptakan situasi sehingga para anggota kelompok, termasuk pemimpin dapat mencapai tujuan bersama dengan hasil maksimal dalam waktu yang singkat.


9. Kepemimpinan sebagai akibat dari interaksi

Borgardus (1929) : “kepemimpinan tidak sebagi penyebab atau pengendali, melainkan sebagai aklibat dari tindakan kelompok”.


10. Kepemimpinan sebagai pembedaan peran

Sherif (1956) : “menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan peranan di dalam suatu skema hubungan dan ditentukan oleh harapan timbal-balik antara pemimpin dengan anggota lainnya”.


11. Kepemimpinan sebaga inisiasi struktur

Stogdill (1955) : “kepemimpinan sebagai permulaan dan pemeliharaan struktur harapan dan interaksi”.

B.   
  Teori Kepemimpinan

1. Teori orang-orang terkemuka

Bernard, Bingham, Tead dan Kilbourne menerangkan kepemimpinan berkenaan dengan sifat-sifat dasar kepribadian dan karakter.


2. Teori lingkungan

Mumtord, menyatakan bahwa pemimpin muncul oleh kemampuan dan keterampilan yang memungkinkan dia memecahkan masalah sosial dalam keadaan tertekan, perubahan dan adaptasi. Sedangkan Murphy, menyatakan kepemimpinan tidak terletak dalam dari individu melainkan merupakan fungsi dari suatu peristiwa.


3. Teori personal situasional

Case (1933) menyatakan bahwa kepemimpinan dihasilkan dari rangkaian tiga faktor, yaitu sifat kepribadian pemimpin, sifat dasar kelompok dan anggotanya serta peristiwa yang diharapkan kepada kelompok.


4. Teori interaksi harapan

Homan (1950) menyatakan semakin tinggi kedudukan individu dalam kelompok maka aktivitasnya semakin meluas dan semakin banyak anggota kelompok yang berhasil diajak berinteraksi.


5. Teori humanistik

Likert (1961) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses yang saling berhubungan dimana seseorang pemimpin harus memperhitungkan harapan-harapan, nilai-nilai dan keterampilan individual dari mereka yang terlibat dalam interaksi yang berlangsung.


6. Teori pertukaran

Blau (1964) menyatakan pengangkatan seseorang anggota untuk menempati status yang cukup tinggi merupakan manfaat yang besar bagi dirinya. Pemimpin cenderung akan kehilangan kekuasaaanya bila para anggota tidak lagi sepenuh hati melaksanakan segala kewajibannya.

C.   
 Tipe – Tipe Kepemimpinan

1.Tipe Otokratis

Ciri-cirinya antara lain:

a.  Mengandalkan kepada kekuatan / kekuasaan

b.  Menganggap dirinya paling berkuasa

c.  Keras dalam mempertahankan prinsip

d. Jauh dari para bawahan

e. Perintah diberikan secara paksa


2. Tipe Laissez Faire

Ciri-cirinya antara lain :

a. Memberi kebebasan kepada para bawahan

b. Pimpinan tidak terlibat dalam kegiatan

c. Semua pekerjaab dan tanggung jawab dilimpahkan kepada bawahan

d. Tidak mempunyai wibawa

e. Tidak ada koordinasi dan pengawasan yang baik


3. Tipe Paternalistik

Ciri-cirinya antara lain :

a. Pemimpin bertindak sebagai bapak

b.  Memperlakukan bawahan sebagai orang yang belum dewasa

c.  Selalu memberikan perlindungan

d.Keputusan ada ditangan pemimpin


4. Tipe Kepemimpinan

Ciri-cirinya antara lain :

a. Dalam komunikasi menggunakan saluran formal

b.  Menggunakan sistem komanda/perintah

c. Segala sesuatu bersifat formal

d.  Disiplin yang tinggi, kadang bersifat kaku


5. Tipe Demokratis

Ciri- cirinya antara lain :

a.  Berpatisipasi aktif dalam kegiatan organisasi

b.  Bersifat terbuka

c.  Bawahan diberi kesempatan untuk member saran dan ide – ide baru

d.  Dalam pengambilan keputusan utamakan musyawarah untuk mufakat

e. Menghargai potensi individu


6. Tipe Open Leadership

            Tipe ini hampir sama dengan tipe demokratis. Perbedaannya terletak dalam hal pengambilan keputusan. Dalam tipe ini keputusan ada ditangan pemimpin.



KESIMPULAN            Dari penjelasan diatas, dijelaskan bahwa tipe – tipe kepemimpinan terdiri dari 6. Masing- masing mempunyai ciri-ciri yang berlainan dalam memimpin. Tipe Otokratis merupakan tipe –tipe kepemimpinan yang mencirikan kekuasaan yang tertinggi yang mengandalkan kepada kekuasaan dan pemaksaan. Tipe ini jelas membuat bawahan hanya mengikuti segala sesuatu yang telah ditetapkan tanpa mampu untuk memberikan sebuah pendapat atau ide-ide. Sehingga bisa menimbulkan adanya kekacauan yang akan terjadi suatu saat dimana para bawahan mengalami suatu kejenuhan dalam mengikuti peraturan yang ada. Contohnya : adanya keadaan dimana terjadinya pengambilan kekuasaan secara paksa atau biasa disebut kudeta yang dilakukan oleh para pengikut/bawahannya. Tipe Otokratis ini tidak cocok untuk masa modern seperti sekarang ini, karena perkembangan zaman yang ada membuat orang – orang bebas dan mudah mengeluarkan pendapat / komentar maka dari itu dibutuhkan suatu tipe-tipe kepemimpinan yang mampu menampung aspirasi dan ide-ide baru yang ada.

            Tipe Laissez Faire, tipe ini memberikan kebebasan kepada para bawahan, tidak adanya keterlibatan pemimpin untuk mengawasi dan mengkoordinasi menyebabkan terjadinya kesenjangan. Para bawahan bebas dan tanpa ragu melakukan segala sesuatu yang mungkin bisa menyebabkan suatu kekacauan. Tipe sangat tidak cocok untuk masa sekarang, jika tipe ini memimpin pada masa sekarang secara cepat akan terjadi kekacauan karena tidak adanya ketegasan dan sikap dari pimpinan.

            Tipe Paternalistik merupakan tipe dengan cara memimpin yang membuat para bawahannya terlihat seperti orang yang belum dewasa. Sehingga menyebabkan para bawahan tidak bisa mengembangkan diri serta mengeluarkan ide-ide yang baru. Tipe ini hampir mirip dengan tipe otokratis yaitu para bawahan tidak bisa berkembang dan mengeluarkan ide-ide baru, tetapi dalam hal cara memimpin sangatlah berbeda. Tipe Otokratis memimpin dengan kekuasaan dan pemaksaan sedangkan pada tipe paternalistik pemimpin selalu bertindak sebagai bapak dan memberikan perlindungan kepada bawahannya.

            Tipe Kepemimpinan di cirikan dengan segala sesuatu yang bersifat formal. Komunikasi yang terjalin antara pemimpin dan bawahan terlihat bersifat kaku dan mungkin bisa menimbulkan ketidaknyamanan. Tipe ini mungkin cocok untuk lingkungan yang bersifat militer yang menjunjung tinggi disiplin yang tinggi.

            Tipe Demokratis, tipe – tipe kepemimpinan ini mungkin yang mendekati sempurna. Para bawahan dibebaskan untuk berperan aktif dalam kegiatan organisasi, memberikan ide dan saran. Serta ikut dalam pengambilan keputusan. Namun dalam hal ini kekurangan pada tipe demokratis adalah dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan keputusan bersifat terbuka terkadang menimbulkan pro dan kontra. Sifat terbuka ini terkadang membuat orang –orang yang terlibat didalamnya menjadi was- was sehingga timbul untuk menutupi, memanipulasi dan melakukan penyelewangan. Contohnya : korupsi.

            Tipe Open Leadership sama dengan tipe demokratis namun dalam hal pengambilan keputusan ada ditangan pemimpin. Ini menandakan ada batasan antara bawahan dan pimpinan. Para bawahan tetap berpatisipasi aktif dalam kegiatan organisasi dan memberikan syarat dan ide baru. Tetapi pimpinanlah yang berhak untuk menyaring serta mengambil keputusan yang ada. Tipe ini menurut saya adalah tipe yang paling cocok karena walaupun pemimpin yang berhak membuat keputusan, namun ide dan saran bawahan pasti ikut andil dalam setiap keputusan yang di ambil oleh pimpinan. 

 

 


KEPEMIMPINAN Ir. SOEKARNO

Soekarno memulai karirnya sebagai pemimpin organisasi pada usia 26 tahun,tepatnya 14 Juli 1927. Pada saat itu beliau memimpin sebuah partai politik yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mempunyai arah perjuangan kemerdekaan bagi Indonesia.  Hal ini mengakibatkan para pimpinan PNI termasuk Soekarno ditangkap dan diadili oleh pemerintahan kolonial Belanda. Tetapi pada saat didalam proses pengadilan Soekarno malah menyampaikan pandangan politiknya mengenai gugatannya terhadap pemerintahan yang terkenal dengan Indonesia menggugat. 
Sikap Soekarno sebagai pemimpin bangsa pada saat itu sangat menekankan pentingnya persatuan dalam nasionalisme, kemandirian sebagai sebuah bangsa dan anti penjajahan. Hal ini tercermin didalam pidato-pidato beliau dalam menggelorakan semangat revolusi secara besar-besaran untuk lepas dari belenggu imperialisme. Akhirnya Soekarno berhasil menggelorakan semangat revolusi dan mengajak berdiri diatas kaki sendiri bagi bangsanya, walaupun belum sempat berhasil membawa rakyatnya dalam kehidupan yang sejahtera. Konsep “berdiri di atas kaki sendiri” memang belum sampai ketujuan tetapi setidaknya berhasil memberikan kebanggan pada eksistemsi bangsa. Daripada berdiri diatas hutang luar negeri yang terbukti menghadirkan ketergantungan dan ketidakberdayaan (neokolonisme). Sikap tersebut mengakibatkan Belanda membubarkan organisasi PNI sehingga Soekarno dan teman seperjuangannya bergabung dengan Partindo pada bulan Juni tahun1930. Setelah melalui perjuangan yang panjang bahkan beliau pernah dipenjara kembali oleh Belanda namun tidak menyrutkan langkah perjuangannya. Pada akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno bersama Muhammad Hatta berhasil memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia menandai berdirinya negara yang berdaulat. Sebelumnya, ia juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan ia berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok. Setelah pemerintahan berjalan di tangan bangsa Indonesia, Soekarno memimpin pemerintahan dan mengalami berbagai fase dalam pemerintahannya. 

·         Fase Pertama
Pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1959) diwarnai semangat revolusioner, serta dipenuhi kemelut politik dan keamanan. Belum genap setahun menganut sistem presidensial sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945, pemerintahan Soekarno tergelincir ke sistem semi parlementer. Pemerintahan parlementer pertama dan kedua dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Pemerintahan Sjahrir dilanjutkan oleh PM Muhammad Hatta yang merangkap Wakil Presiden. Kepemimpinan Soekarno terus menerus berada dibawah tekanan militer Belanda yang ingin mengembalikan penjajahannya, pemberontakan-pemberontakan bersenjata dan persaingan di antara partai-partai politik. Sementara pemerintahan parlementer jatuh-bangun. Perekonomian terbengkalai lantaran berlarut-larutnya kemelut politik. Ironisnya, meskipun menerima sistem parlementer, Soekarno membiarkan pemerintahan berjalan tanpa parlemen yang dihasilkan oleh pemilihan umum. Semua anggota DPR (DPRGR) dan MPR (MPRS) diangkat oleh presiden dari partai-partai politik yang dibentuk berdasarkan Maklumat Wakil Presiden, tahun 1945. Demi kebutuhan membentuk Badan Konstituante untuk menyusun konstitusi bar menggantikan UUD 1945, Soekarno menyetujui penyelenggaraan Pemilu tahun 1955, pemilu pertama dan satu-satunya Pemilu selama pemerintahan pada saat itu. Pemilu tersebut menghasilkan empat besar partai pemenang yakni PNI, Masjumi, NU dan PKI. Usai pemilu, Badan Konstituante yang disusun berdasarkan hasil pemilu, mulai bersidang untuk menyusun UUD baru. Namun sidang-sidang secara terus menerus selama lima tahun gagal mencapai kesepakatan untuk menetapkan sebuah UUD yang baru. Menyadari bahwa Negara berada di ambang perpecahan, Soekarno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya : membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke UUD 1945.[1] Sejak 1959 -1966, Bung Karno memerintahkan dengan dekrit, membatalkan pemilu dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.  Pemerintahan parlementer yang berpegang pada UUD Sementara, juga jatuh dan bangun oleh mosi tidak percaya. Akibatnya, kondisi ekonomi kacau.

·         Fase kedua
Pemerintahan presiden Soekarno pada fase yang kedua (1959-1967) menerapkan demokrasi terpimpin. Semua anggota DPRGR dan MPRS diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang lebih focus pada bidang politik. Bung Karno berusaha keras menggirng partai-partai politik ke dalam ideologisasi NASAKOM – Nasional, Agama dan Komunis. Tiga pilar utama partai politik yang mewakili NASAKOM adalah PNI, NU, dan PKI. Bung Karno menggelorakan Manifesto Politik USDEK. Dia menggalang dukungan dari semua kekuatan NASAKOM. Namun, ditengah tingginya persaingan politik Nasakom itu, pada tahun 1963, bangsa ini berhasil membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda. Tahun 1964-1965, Soekarno kembali menggelorakan semangat revolusioner bangsanya kedalam peperangan (konfrontasi) melawan Federasi Malaysia yang didikung Inggris. Sementara, dalam kondisi itu, tersiar kabar tentang sakitnya Soekarno. Situasi semakin runyam tatkala PKI melancarkan Gerakan 30 September 1965. Tragedy pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat tersebut menimbulkan situasi di seluruh negeri dan meyebabkan kondisi politik dan keamanan hampir tak terkendali. Menyadari kondisi tersebut, presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 kepada Jenderal Soeharto. Ia mengangkat Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban (kopkamtib) yang bertugas mengembalikan keamanan dan ketertiban. Langkah penertiban pertama yang dilakukan Soeharto, sejalan dengan tuntunan rakyat ketika itu, membubarkan PKI. Soekarno, setelah tragedi berdarah tersebut, dimintai pertanggung jawaban didalam sidang istimewa MPRS tahun 1967. Pidato pertanggungjawabannya ditolak. Kemudian Soeharto diangkat selaku Pejabat Presiden dan dikukuhkan oleh MPRS menjadi Presiden RI yang kedua, Maret 1968.
 


 

 

Sumber :
http://riskihartono.blogspot.com/2014/06/definisi-teori-tipe-tipe-kepemimpinan-a.html

Tidak ada komentar: