Ø PENGERTIAN KAA
Konferensi
Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia Afrika atau KAA; kadang juga
disebut Konferensi Bandung) adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia
dan Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA
diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu
Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia
Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955, di Gedung
Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan
kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika
Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.
Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada saat itu mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang sebagai ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengkonsultasikan dengan mereka tentang keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat; keinginan mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan yang damai antara Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat; penentangan mereka terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh Perancis di Afrika Utara dan kekuasaan kolonial perancis di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk mempromosikan hak mereka dalam pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat.
Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam apa yang disebut Dasasila Bandung, yang berisi tentang "pernyataan mengenai dukungan bagi kerusuhan dan kerjasama dunia". Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru. Konferensi ini akhirnya membawa kepada terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961.
Berakhirnya
Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula situasi
permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia dan tercipta perdamaian dan
keamanan. Ternyata di beberapa pelosok dunia, terutama di belahan bumi Asia
Afrika, masih ada masalah dan muncul masalah baru yang mengakibatkan permusuhan
yang terus berlangsung, bahkan pada tingkat perang terbuka, seperti di Jazirah
Korea, Indo Cina, Palestina, Afrika Selatan, Afrika Utara.
Masalah-masalah
tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya dua blok kekuatan yang bertentangan
secara ideologi maupun kepentingan, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat
dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Sovyet.
Tiap-tiap blok berusaha menarik negara-negara di Asia dan Afrika agar menjadi
pendukung mereka. Hal ini mengakibatkan tetap hidupnya dan bahkan tumbuhnya
suasana permusuhan yang terselubung di antara kedua blok itu dan pendukungnya.
Suasana permusuhan tersebut dikenal dengan sebutan "perang dingin".
Timbulnya
pergolakan dunia disebabkan pula oleh masih adanya penjajahan di bumi kita ini,
terutama di belahan Asia dan Afrika. Memang sebelum tahun 1945, pada umumnya
benua Asia dan Afrika merupakan daerah jajahan bangsa Barat dalam aneka bentuk.
Tetapi sej ak tahun 1945, banyak daerah di Asia Afrika menjadi negara merdeka
dan banyak pula yang masih berjuang bagi kemerdekaan negara dan bangsa mereka
seperti Aljazair, Tunisia, dan Maroko di wilayah Afrika Utara; Vietnam di Indo
Cina; dan di ujung selatan Afrika. Beberapa negara Asia Afrika yeng telah
merdeka pun masih banyak yang menghadapi masalah-masalah sisa penjajahan
seperti Indonesia tentang Irian Barat, India dan Pakistan tentang Kashmir,
negara-negara Arab tentang Palestina. Sebagian bangsa Arab-Palestina terpaksa
mengungsi, karena tanah air mereka diduduki secara paksa oleh pasukan Israel
yang dibantu oleh Amerika Serikat.
Sementara itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Asia Afrika, sedang dilanda kekhawatiran akibat makin dikembangkannya pembuatan senjata nuklir yang bisa memusnahkan umat manusia. Situasi dalam negeri dibeberapa negara Asia Afrika yang telah merdeka pun masih terjadi konflik antar kelompok masyarakat sebagai akibat masa penjajahan (politik devide et impera) dan perang dingin antar blok dunia tersebut.
Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani masalah¬masalah dunia, namun nyatanya badan ini belum berhasil menyelesaikan persoalan tersebut. Sedangkan kenyataannya, akibat yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, sebagaian besar diderita oleh bangsa-bangsa di Asia Afrika. Keadaan itulah yang melatarbelakangi lahirnya gagasan untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika.
Sementara itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Asia Afrika, sedang dilanda kekhawatiran akibat makin dikembangkannya pembuatan senjata nuklir yang bisa memusnahkan umat manusia. Situasi dalam negeri dibeberapa negara Asia Afrika yang telah merdeka pun masih terjadi konflik antar kelompok masyarakat sebagai akibat masa penjajahan (politik devide et impera) dan perang dingin antar blok dunia tersebut.
Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani masalah¬masalah dunia, namun nyatanya badan ini belum berhasil menyelesaikan persoalan tersebut. Sedangkan kenyataannya, akibat yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, sebagaian besar diderita oleh bangsa-bangsa di Asia Afrika. Keadaan itulah yang melatarbelakangi lahirnya gagasan untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika.
Ø SEJARAH KAA
Konferensi
Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia Afrika atau KAA; kadang juga
disebut Konferensi Bandung) adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia
dan Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA
diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu
Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia
Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955, di Gedung
Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan
kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika
Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.
Sebanyak
29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada saat itu
mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang
sebagai ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengkonsultasikan dengan
mereka tentang keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang
Dingin; kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Republik Rakyat Cina dan
Amerika Serikat; keinginan mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan
yang damai antara Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat; penentangan mereka
terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh Perancis di Afrika Utara dan kekuasaan
kolonial perancis di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk mempromosikan hak
mereka dalam pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat.
A.
Lahirnya Ide
Konferensi
Keterangan
Pemerintah Indonesia tentang politik luar negeri yang disampaikan oleh Perdana
Menteri Mr. Ali Sastroamidjojo, di depan parlemen pada tanggal 25 Agustus 1953,
menyatakan "Kerja sama dalam golongan negara-negara Asia Arab (Afrika)
kami pandang penting benar, karena kami yakin, bahwa kerja sama erat antara
negara-negara tersebut tentulah akan memperkuat usaha ke arah tercapainya
perdamaian dunia yang kekal. Kerja sama antara negara-negara Asia Afrika
tersebut adalah sesuai benar dengan aturan-aturan dalam PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa) yang menyenangi kerja sama kedaerahan (regional arrangements).
Lain dari itu negara¬negara itu pada umumnya memang mempunyai
pendirian-pendirian yang sama dalam beberapa soal di lapangan internasional,
jadi mempunyai dasar sama (commonground) untuk mengadakan golongan yang khusus.
Dari sebab itu kerja sama tersebut akan kami lanjutkan dan pererat". Bunyi
pernyataan tersebut mencerminkan ide dan kehendak Pemerintah Indonesia untuk
mempererat kerja sama di antara Negara-negara afrika.
Pada
awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Srilanka) Sir John Kotelawala
mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru),
Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud
mengadakan suatu pertemuan infor¬mal di negaranya. Undangan tersebut diterima
baik oleh semua pimpinan pemerintah negara yang diundang. Pertemuan yang
kemudian disebut Konferensi Kolombo itu dilaksanakan pada tanggal 28 April
sampai dengan 2 Mei 1954. Konferensi ini membicarakan masalah-masalah yang
menjadi kepentingan bersama.
Yang menarik perhatian para peserta konferensi, diantaranya pertanyaan yang diajukan oleh Perdana Menteri Indonesia, "Where do we stand now, we the peoples ofAsia, in this world of ours to day?" ("Dimana sekarang kita berdiri, bangsa Asia sedang berada di tengah-tengah persaingan dunia?"), kemudian pertanyaan itu dijawab sendiri dengan menyatakan, "We have now indeed arrived at the cross-roads of the history of mankind. It is therefore that we Prime Ministers of five Asian countries are meeting here to discuss those crucial problems of the peoples we represent. There are the very problems which urge Indonesia to propose that another conference be convened wider in scope, between the African andAsian nations. Iam convinced that the problems are not only convened to the Asian countries represented here but also are of equal importance to the African and other Asian countries". ("Kita sekarang berada dipersimpangan jalan sejarah umat manusia. Oleh karena itu kita lima Perdana Menteri negara-negara Asia bertemu di sini untuk membicarakan masalah-masalah yang krusial yang sedang dihadapi oleh masyarakat yang kita wakili. Ada beberapa hal yang mendorong Indonesia mengajukan usulan untuk mengadakan pertemuan lain yang lebih luas, antara negara-negara Afrika dan Asia. Saya percaya bahwa masalah-masalah itu tidak hanya terjadi di negara-negara Asia yang terwakili di sini, tetapi juga sama pentingnya bagi negara-negara di Afrika dan Asia lainnya").
Pernyataan tersebut memberi arah kepada lahirnya Konferensi Asia Afrika.
Selanjutnya, soal perlunya Konferensi Asia Afrika diadakan, diajukan pula oleh Indonesia dalam sidang berikutnya. Usul itu akhirnya diterima oleh semua peserta konferensi, walaupun masih dalam suasana keraguan.
Perdana Menteri Indonesia pergi ke Kolombo untuk memenuhi urndangan Perdana Menterl Srilanka dengan membawa bahan-bahan hasil perumusan Pemerintah Indonesia. Bahan-bahan tersebut merupakan hasil rapat dinas Kepala-kepala Perwakilan Indonesia di negara-negara Asia dan Afrika yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Mr. Sunario. Rapat dinas tersebut diadakan di Tugu (Bogor) pada tanggal 9 sampai dengan 22 Maret 1954.
Akhirnya, dalam pernyataan bersama pada akhir Konferensi Kolombo,
dinyatakan bahwa para Perdana Menteri peserta konferensi membicarakan kehendak
untuk mengadakan konferensi negara-negara Asia Afrika dan menyetujui usul agar
Perdana Menteri Indonesia dapat menjejaki sampai dimana kemungkinannya
mengadakan konferensi semacam itu.
B.
Usaha-usaha
Persiapan Konferensi
Di
atas telah diungkapkan bahwa Konferensi Kolombo menugaskan Indonesia agar
menjejaki kemungkinan untuk diadakannya Konferensi Asia Afrika. Dalam rangka
menunaikan tugas itu Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan melalui saluran
diplomatik kepada 18 negara Asia Afrika. Maksudnya, untuk mengetahui sejauh
mana pendapat negara-negara tersebut terhadap ide mengadakan Konferensi Asia
Afrika. Dalam pendekatan tersebut dijelaskan bahwa tujuan utama konferensi itu
ialah untuk membicarakan kepentingan bersama bangsa-bangsa Asia Afrika pada
saat itu, mendorong terciptanya perdamaian dunia, dan mempromosikan Indonesia
sebagai tempat konferensi. Ternyata pada umumnya negara-negara yang dihubungi
menyambut baik ide tersebut dan menyetujui Indonesia sebagai tuan rumahnya,
walaupun dalam hal waktu dan peserta konferensi terdapat berbagai pendapat yang
berbeda.
Pada tanggal 18 Agustus 1954, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dari India, melalui suratnya, mengingatkan Perdana Menteri Indonesia tentang perkembangan situasi dunia dewasa itu yang semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika. Memang Perdana Menteri India dalam menerima usul itu masih disertai keraguan akan berhasil-tidaknya usul tersebut dilaksanakan. Barulah setelah kunjungan Perdana Menteri Indonesia pada tanggal 25 September 1954, beliau yakin benar akan pentingnya diadakan konferensi semacam itu, seperti tercermin dalam pernyataan bersama pada akhir kunjungan Perdana Menteri Indonesia
"The prime Ministers discussed also the proposal to have a conference of representatives of Asian and African countries and were agreed that a conference of this kind was desirable and world be helpful in promoting the cause of peace and a common approach to these problems. It should be held at an early date".
("Para Perdana Menteri telah membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah konferensi yang mewakili negara-negara Asia dan Afrika serta menyetujui konferensi seperti ini sangat diperlukan dan akan membantu terciptanya perdamaian sekaligus pendekatan bersama ke arah masalah (yang dihadapi). Hendaknya konferensi ini diadakan selekas mungkin").
Pada tanggal 18 Agustus 1954, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dari India, melalui suratnya, mengingatkan Perdana Menteri Indonesia tentang perkembangan situasi dunia dewasa itu yang semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika. Memang Perdana Menteri India dalam menerima usul itu masih disertai keraguan akan berhasil-tidaknya usul tersebut dilaksanakan. Barulah setelah kunjungan Perdana Menteri Indonesia pada tanggal 25 September 1954, beliau yakin benar akan pentingnya diadakan konferensi semacam itu, seperti tercermin dalam pernyataan bersama pada akhir kunjungan Perdana Menteri Indonesia
"The prime Ministers discussed also the proposal to have a conference of representatives of Asian and African countries and were agreed that a conference of this kind was desirable and world be helpful in promoting the cause of peace and a common approach to these problems. It should be held at an early date".
("Para Perdana Menteri telah membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah konferensi yang mewakili negara-negara Asia dan Afrika serta menyetujui konferensi seperti ini sangat diperlukan dan akan membantu terciptanya perdamaian sekaligus pendekatan bersama ke arah masalah (yang dihadapi). Hendaknya konferensi ini diadakan selekas mungkin").
Keyakinan serupa dinyatakan pula oleh Perdana Menteri Birma U Nu pada tanggal 28 September 1954. Dengan demikian, maka usaha-usaha penyelidikan atas kemungkinan diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika dianggap selesai dan berhasil serta usaha selanjutnya ialah mempersiapkan pelaksanaan konferensi itu.
Atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para Perdana Menteri peserta
Konferensi Kolombo (Birma, Srilanka, India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan
konferensi di Bogor pada tanggal 28 dan 29 Desember 1954, yang dikenal dengan
sebutan Konferensi Panca Negara. Konferensi ini membicarakan persiapan pelaksanaan
Konferensi Asia Afrika.
Konferensi Bogor berhasil merumuskan kesepakatan bahwa Konferensi Asia
Afrika diadakan atas penyelenggaraan bersama dan kelima negara peserta
konferensi tersebut menjadi negara sponsornya.Undangan kepada negara-negara
peserta disampaikan oleh Pemerintah Indonesia atas nama lima negara.
C.
Tujuan
Konferensi
Konferensi Bogor menghasilkan 4 (empat) tujuan pokok Konferensi Asia
Afrika, yaitu
1. Untuk memajukan goodwill
(kehendak yang luhur) dan kerja sama antara bangsa-bangsa Asia dan Afrika,
untuk menjelajah serta memaj ukan kepentingan-kepentingan mereka, baik yang
silih ganti maupun yang bersama, serta untuk menciptakan dan memajukan
persahabatan serta perhubungan sebagai tetangga baik;
2. Untuk mempertimbangkan soal-soal
serta hubungan-hubungan di lapangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan negara yang
diwakili;
3. Untuk mempertimbangkan soal-soal
yang berupa kepentingan khusus bangsa-bangsa Asia dan Afrika, misalnya
soal-soal yang mengenai kedaulatan nasional dan tentang masalah-masalah
rasialisme dan kolonialisme;
4. Untuk meninjau kedudukan Asia dan
Afrika, serta rakyat¬rakyatnya di dalam dunia dewasa ini serta sumbangan yang
dapat mereka berikan guna memajukan perdamaian serta kerja sama di dunia.
Ø DASASILA BANDUNG
Sepuluh
(10) inti sari / isi yang terkandung dalam Bandung Declaration / Dasasila
Bandung :
1. Menghormati
hak-hak dasar manusia seperti yang tercantum pada Piagam PBB.
2. Kedaulatan
dan integritas semua bangsa.
3. Menghormati
dan menghargai perbedaan ras serta mengakui semua ras dan bangsa di dunia.
4. Tidak
ikut campur dan intervensi persoalan negara lain.
5. Menghormati
hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri baik sendiri maupun kolektif sesuai
dengan piagam pbb.
6. Tidak
menggunakan peraturan dari pertahanan kolektif dalam bertindak untuk kepentingan
suatu negara besa.
7. Tidak
mengancam dan melakukan tindak kekerasan terhadap integritas teritorial atau
kemerdekaan politik suatu negara.
8. Mengatasi
dan menyelesaikan segala bentuk perselisihan internasional secara damai dengan persetujuan PBB.
9. Memajukan
kepentingan bersama dan kerjasama.
10. Menghormati
hukum dan juga kewajiban internasional.
D.
Peserta dan
waktu Konferensi
Negara-negara
yang diundang disetujui berjumlah 25 negara, yaitu : Afganistan, Kamboja,
Federasi Afrika Tengah, Republik Rakyat Tiongkok (China), Mesir, Ethiopia,
Pantai Emas (Gold Coast), Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos, Lebanon, Liberia,
Libya, Nepal, Filipina, Saudi Arabia, Sudan, Syria, Thailand (Muang Thai),
Turki, Republik Demokrasi Viet-nam (Viet-nam Utara), Viet-nam Selatan, dan
Yaman. Waktu konferensi ditetapkan pada minggu terakhir April 1955.
Mengingat negara-negara yang akan di undang mempunyai politik luar negeri serta sistem politik dan sosial yang berbeda-beda, Konferensi Bogor menentukan bahwa menerima undangan untuk turut dalam Konferensi Asia Afrika tidak berarti bahwa negara peserta tersebut akan berubah atau dianggap berubah pendiriannya mengenai status dari negara-negara lain. Konferensi menjunjung tinggi pula azas bahwa bentuk pemerintahan atau cara hidup sesuatu negara sekali¬sekali tidak akan dapat dicampuri oleh negara lain. Maksud utama konferensi ialah supaya negara-negara peserta menjadi lebih saling mengetahui pendirian mereka masing-masing.
E.
Struktur
Organisasi Panitia Pelaksana
Dalam
persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, Indonesia membentuk sekretariat
konferensi yang diwakili oleh negara-negara penyelenggara.
Guna
mewujudkan keputusan-keputusan Konferensi Bogor, segera dibentuk Sekretariat
Bersama (Joint Secretariat) oleh lima negara penyelenggara. Indonesia diwakili
oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Roeslan Abdul Gani yang juga
menjadi ketua badan itu, dan 4 (empat) negara lainnya diwakili oleh
Kepala¬kepala Perwakilan mereka masing-masing di Jakarta, yaitu U Mya Sein dari
Birma, M. Saravanamuttu dari Srilanka, B.F.H.B. Tyobji dari India, dan Choudhri
Khaliquzzaman dari Pakistan. Di dalam Sekretariat Bersama itu terdapat 10
(sepuluh) orang staf yang melaksanakan pekerjaan sehari-hari, terdiri atas 2
(dua) orang dari Birma, seorang dari Srilanka, 2 (dua) orang dari India, 4
(empat) orang dari Indonesia, dan seorang dari Pakistan. Selain itu terdapat
pula 4 (empat) komite terdiri atas Komite Politik, Komite Ekonomi, Komite
Sosial, Komite Kebudayaan. Selain itu, ada pula panitia yang menangani
bidang¬bidang : keuangan, perlengkapan, dan pers.
Pemerintah Indonesia sendiri pada tanggal 11 Januari 1955 membentuk Panitia Interdepartemental (Interdepartemental Committee) yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal SekretariatBersama dengan anggota-anggota dan penasehatnya berasal dari berbagai departemen guna membantu persiapan-persiapan konferensi itu. Di Bandung, tempat diadakannya konferensi, dibentuk Panitia Setempat (Local Committee) pada tanggal 3 Januari 1955 dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat. Panitia Setempat bertugas mempersiapkan dan melayani soal-soal yang bertalian dengan akomodasi, logistik, transport, kesehatan, komunikasi, keamanan, hiburan, protokol, penerangan, dan lain-lain.
Pemerintah Indonesia sendiri pada tanggal 11 Januari 1955 membentuk Panitia Interdepartemental (Interdepartemental Committee) yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal SekretariatBersama dengan anggota-anggota dan penasehatnya berasal dari berbagai departemen guna membantu persiapan-persiapan konferensi itu. Di Bandung, tempat diadakannya konferensi, dibentuk Panitia Setempat (Local Committee) pada tanggal 3 Januari 1955 dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat. Panitia Setempat bertugas mempersiapkan dan melayani soal-soal yang bertalian dengan akomodasi, logistik, transport, kesehatan, komunikasi, keamanan, hiburan, protokol, penerangan, dan lain-lain.
Gedung Concordia dan Gedung Dana Pensiun
dipersiapkan sebagai tempat sidang-sidang konferensi. Hotel Homann, Hotel
Preanger, dan 12 (dua belas) hotel lainnya serta perumahan perorangan dan
pemerintah dipersiapkan pula sebagai tempat menginap para tamu yang berjumlah
1300 orang. Keperluan transport dilayani oleh 143 mobil, 30 taksi, 20 bus,
dengan jumlah 230 orang sopir dan 350 ton bensin tiap hari serta cadangan 175
ton bensin.
Dalam kesempatan memeriksa persiapan-persiapan terakhir di Bandung pada
tanggal 17 April 1955, Presiden RI Soekarno meresmikan penggantian nama Gedung
Concordia menjadi Gedung Merdeka, Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwi Warna,
dan sebagian Jalan Raya Timur menjadi Jalan Asia Afrika. Penggantian nama
tersebut dimaksudkan untuk lebih menyemarakkan konferensi dan menciptakan
suasana konferensi yang sesuai dengan tujuan konferensi.
Pada
tanggal 15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika dikirimkan
kepada kepala pemerintahan 25 (dua puluh lima) negara Asia dan Afrika. Dari
seluruh negara yang diundang hanya satu negara yang menolak undangan itu, yaitu
Federasi Afrika Tengah (Central African Federation), karena memang negara itu
masih dikuasai oleh orang-orang bekas penjajahnya. Sedangkan 24 (dua puluh
empat) negara lainnya menerima baik undangan itu, meskipun pada mulanya ada
negara yang masih ragu-ragu. Sebagian besar delegasi peserta konferensi tiba di
Bandung lewat Jakarta pada tanggal 16 April 1955.
Pada
hari Senin 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak kesibukan di
Kota Bandung untuk menyambut pembukaan Konferensi Asia Afrika. Sejak pukul
07.00 WIB kedua tepi sepanjang Jalan Asia Afrika dari mulai depan Hotel
Preanger sampai dengan kantor pos, penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyambut
dan menyaksikan para tamu dari berbagai negara. Sementara para petugas keamanan
yang terdiri dari tentara dan polisi telah siap di tempat tugas mereka untuk
menjaga keamanan dan ketertiban.
Sekitar
pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan meninggalkan Hotel
Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka secara berkelompok untuk
menghadiri pembukaan Konferensi Asia Afrika. Banyak di antara mereka memakai
pakaian nasional masing-masing yang beraneka corak dan wama. Mereka disambut
hangat oleh rakyat yang berderet disepanjang Jalan Asia Afrika dengan tepuk
tangan dan sorak sorai riang gembira. Perjalanan para delegasi dari Hotel
Homann dan Hotel Preanger ini kemudian dikenal dengan nama Langkah Bersejarah
(The Bandung Walks). Kira-kira pukul 09.00 WIB, semua delegasi masuk ke dalam
Gedung Merdeka.
Tak
lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Ir.
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, tiba di depan Gedung Merdeka dan disambut
oleh rakyat dengan sorak-sorai dan pekik "merdeka". Di depan pintu
gerbang Gedung Merdeka kedua pucuk pimpinan pemerintah Indonesia itu disambut
oleh lima Perdana Menteri negara sponsor. Setelah diperdengarkan lagu
kebangsaan Indonesia : "Indonesia Raya", maka Presiden RI Ir.
Soekarno mengucapkan pidato pembukaan yang berjudul "LET A NEW ASIA AND
NEW AFRICA BE BORN" (Lahirlah Asia Baru dan Afrika Baru) pada pukul 10.20
WIB.
Dalam
kesempatan tersebut Presiden RI Ir. Soekarno menyatakan bahwa kita, peserta
konferensi, berasal dari kebangsaan yang berlainan, begitu pula latar belakang
sosial dan budaya, agama, sistem politik, bahkan warna kulit pun berbeda-beda.
Meskipun demikian, kita dapat bersatu, dipersatukan oleh pengalaman pahit yang
sama akibat kolonialisme, oleh ketetapan hati yang sama dalam usaha
mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia. Pada bagian akhir pidatonya
beliau mengatakan
"I hope that it will give evidence of the fact that we, Asian and African leaders, understand that Asia and Africa can prosper only when they are united, and that even the safety of the world at large can not be safeguarded without a united Asia-Africa. I hope that it conference will give guidance to mankind, will point out to mankind the way which it must take to attain safety and peace. I hope that it will give evidence that Asia and Africa have been reborn, that a New Asia and New Africa have been born !"
("Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin pemimpin Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia-Afrika tidak akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat manusia, akan menunjukkan kepada umat manusia jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai keselamatan dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah lahir!")
"I hope that it will give evidence of the fact that we, Asian and African leaders, understand that Asia and Africa can prosper only when they are united, and that even the safety of the world at large can not be safeguarded without a united Asia-Africa. I hope that it conference will give guidance to mankind, will point out to mankind the way which it must take to attain safety and peace. I hope that it will give evidence that Asia and Africa have been reborn, that a New Asia and New Africa have been born !"
("Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin pemimpin Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia-Afrika tidak akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat manusia, akan menunjukkan kepada umat manusia jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai keselamatan dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah lahir!")
Pidato
Presiden RI Ir. Soekarno berhasil menarik perhatian, mempesona, dan
mempengaruhi hadirin, terbukti dengan adanya usul Perdana Menteri India yang
didukung oleh semua peserta konferensi untuk mengirimkan pesan ucapan
terimakasih kepada Presiden atas pidato pembukaannya.
Pada
pukul 10.45 WIB., Presiden RI Ir. Soekarno mengakhiri pidatonya, dan
selanjutnya bersama rombongan meninggalkan ruangan. Perdana Menteri Indonesia,
sebagai pimpinan sidang sementara, membuka sidang kembali. Atas usul Ketua
Delegasi Mesir (Perdana Menteri Gamal Abdel Nasser) yang kemudian disetujui
oleh pimpinan delegasi-delegasi : Republik Rakyat Cina, Yordania, dan Filipina,
serta karena tidak ada calon lain yang diusulkan, maka secara aklamasi Perdana
Menteri Indonesia terpilih sebagai ketua konferensi. Selain itu, Ketua
Sekretariat Bersama Konferensi, Roeslan Abdulgani dipilih sebagai Sekretaris
Jenderal Konferensi.
Kelancaran pemilihan pimpinan konferensi dan
acara-acara sidang selanjutnya dimungkinkan oleh adanya pertemuan informal
terlebih dahulu di antara para pimpinan delegasi negara sponsor dan negara
peserta sebelum konferensi dimulai (16 dan 17 April 1955). Pertemuan tersebut
menghasilkan beberapa kesepakatan yang bertalian dengan prosedur acara,
pimpinan konferensi, dan lain-lain yang dipandang perlu. Beberapa kesepakatan
itu antara lain bahwa prosedur dan acara konferensi ditempuh dengan sesederhana
mungkin.
Dalam
memutuskan sesuatu akan ditempuh sistem musyawarah dan mufakat (sistem
konsensus) dan untuk menghemat waktu tidak diadakan pidato sambutan delegasi.
Perdana Menteri Indonesia akan dipilih sebagai ketua konferensi. Sidang
konferensi terdiri atas sidang terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya
bagi peserta konferensi. Dibentuk tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite
Ekonomi, dan Komite Kebudayaan. Semua kesepakatan tersebut selanjutnya
disetujui oleh sidang dan susunan pimpinan konferensi adalah sebagai berikut :
Ø Ketua Konferensi : Mr. Ali Sastroamidjojo,
Perdana Menteri Indonesia
Ø Ketua Komite Politik Mr. Ali Sastroamidjojo,
Perdana Menteri Indonesia
Ø Ketua Komite Ekonomi : Prof. Ir. Roosseno, Menteri
Perekonomian Indonesia
Ø Ketua Komite Kebudayaan : Mr. Moh. Yamin, Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Indonesia
Dalam
sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang bisa diduga
sebelumnya. Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi dalam sidang-sidang Komite
Politik. Perbedaan-perbedaan pandangan politik dan masalah-masalah yang
dihadapi antara negara-negara Asia Afrika muncul ke permukaan, bahkan sampai
pada tahap yang agak panas.
Namun
berkat sikap yang bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi
dan kekeluargaan di antara peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat
dihindari dan pertemuan yang berlarut¬larut dapat diakhiri.
Setelah
melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu minggu, maka
pada pukul 19.00 WIB. (terlambat dari yang direncanakan) tanggal 24 April 1955
Sidang Umum terakhir Konferensi Asia Afrika dibuka. Dalam Sidang Umum itu
dibacakan oleh Sekretaris Jenderal Konferensi rumusan pemyataan dari tiap-tiap
panitia sebagai hasil konferensi. Sidang Umum menyetujui seluruh pemyataan
tersebut. Kemudian sidang dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua
delegasi. Setelah itu, Ketua Konferensi menyampaikan pidato penutupan dan
menyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika ditutup.
Dalam
komunike terakhir itu diantaranya dinyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika telah
meninjau soal-soal mengenai kepentingan bersama negara-negara Asia dan Afrika
dan telah merundingkan cara-cara bagaimana rakyat negara-negara ini dapat
bekerja sama dengan lebih erat di bidang ekonomi, kebudayaan, dan politik. Yang
paling mashur dari hasil konferensi ini ialah apa yang kemudian dinamakan Dasa
Sila Bandung, yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam
usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Kesepuluh prinsip itu ialah :
1.
Menghormati hak-hak dasar manusia
dan tujuan-tujuan serta azas-azas yang termuat dalam piagam PBB.
2.
Menghormati kedaulatan dan
integritas teritorial semua bangsa-bangsa.
3.
Mengakui persamaan semua suku-suku
bangsa dan persamaan semua bangsa-bangsa besar maupun kecil.
4.
Tidak melakukan intervensi atau
campur tangan dalam soal- dalam negeri negara lain.
5.
Menghormati hak tiap-tiap bangsa
untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian atau secara kolektif, yang
sesuai dengan Piagam PBB.
6.
a. Tidak mempergunakan
peraturan-peraturan dari pertaha kolektif untuk bertindak bagi kepentingan
khusus dari salah satu dari negara-negara besar.
b. Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
7.
Tidak melakukan tindakan-tindakan
atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial
atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
8.
Menyelesaikan segala
perselisihan-perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti
perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hakim atau pun lain-lain
cara damai lagi menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai
dengan Piagam PBB.
9.
Memajukan kepentingan bersama dan
kerja sama.10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasio-nal.
PENGARUH KAA TERHADAP NEGARA-EGARA
DI EROPA
Perintis
dalam membina solidaritas bangsa-bangsa dan merupakan titik tolak untuk
mengakui kenyataan bahwa semua bangsa di dunia harus dapat hidup berdampingan
secara damai.
- Cetusan rasa setia kawan dan kebangsaan bangsa-bangsa Asia Afrika untuk menggalang persatuan.
- Penjelmaan kebangkitan kembali bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
- Pendorong bagi perjuangan kemerdekaan bangsa di dunia pada umumnya serta di Asia dan Afrika khususnya.
- Memberikan pengaruh yang besar terhadap perjuangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam mencapai kemerdekaannya.
- Banyak negara-negara Asia-Afrika yang merdeka kemudian masuk menjadi anggota PBB.
Selain membawa pengaruh bagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa di Asia dan Afrika, Konferensi Asia Afrika juga menimbulkan dampak yang penting dalam perkembangan dunia pada umumnya. Pengaruh atau dampak itu, antara lain sebagai berikut.
- Konferensi Asia Afrika mampu menjadi penengah dua blok yang saling berseteru sehingga dapat mengurangi ketegangan/détente akibat Perang Dingin dan mencegah terjadinya perang terbuka.
- Gagasan Konferensi Asia Afrika berkembang lebih luas lagi dan diwujudkan dalam Gerakan Non Blok.
- Politik bebas aktif yang dijalankan Indonesia, India, Burma (Myanmar), dan Sri Lanka tampak mulai diikuti oleh negara-negara yang tidak bersedia masuk Blok Timur ataupun Blok Barat.
- Belanda cemas dalam menghadapi kelompok Asia Afrika di PBB sebab dalam Sidang Umum PBB, kelompok tersebut mendukung tuntutan Indonesia atas kembalinya Irian Barat ke pangkuan RI.
- Australia dan Amerika Serikat mulai berusaha menghapuskan diskriminasi ras di negaranya.
- Konferensi Asia Afrika dan pengaruhnya terhadap solidaritas antar bangsa tidak hanya berdampak pada negara-negara di Asia dan Afrika, tetapi juga bergema ke seluruh dunia.
Referensi
http://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Asia%E2%80%93Afrika
http://sejarah-smu.blogspot.com/2014/04/pengaruh-konferensi-asia-afrika-bagi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar